Jaman Wis Akhir

Cak Nun Kyai Kanjeng : Jaman Wis Akhir

Kalau memang yang bisa engkau pahami hanyalah kemauan, kepentingan, dan nafsumu sendiri, dan bukannya kerendahan hati untuk merundingkan titik temu kebersamaan, maka siapkan kekebalan dari benturan-benturan dan luka, untuk kemudian orang lain menggali tanah untuk menguburmu.

Kalau memang engkau bermaksud menyulap sejarah dan mengubah zaman dalam sekedipan mata, dan bukannya bersabar menggembalakan irama dan proses, maka nantikan darah akan muncrat membasahi tanah airmu, kemudian engkau sendiri akan terjerembab, terjatuh di terjalan-terjalan ketidakberdayaan.

Kalau memang sesembahanmu kenikmatan di dalam membenci, adalah mabuk di dalam teriakan caci maki, atau keasyikan di dalam kecurangan-kecurangan, maka ambil pedangmu, angkat tinggi-tinggi, dan mulailah menabung kerelaan untuk engkau sendiri, mati.

Kalau engkau menyangka bahwa benarnya pendapatmu sendiri itulah kebenaran, maka apa boleh buat, aku mendaftarkan diri untuk melawanmu.

Kalau engkau mengira bahwa benarnya orang banyak adalah segala-galanya, di mana langit mimpi-mimpi bisa engkau raih dengan itu, maka jangan sekali-kali menghalangiku untuk mengedari langit, dan kupetik kebenaran yang sejati untuk aku taburkan ke bumi tanpa bisa engkau halangi.

Dan kalau memang bagimu kehidupan adalah perjuangan untuk berkuasa dan mengalahkan saudara-saudaramu sendiri, kalau engkau kira kehidupan adalah saling mengincar untuk menikam dari belakang, atau untuk mengganti monopoli dengan monopoli baru, menggusur hegemoni dengan hegemoni baru, serta mengusir macan untuk engkau macani sendiri, maka apakah itu usulanmu agar kita mempercepat keputusan untuk saling memusnahkan?

***
Kalau memang yang engkau pilih bukan kearifan untuk berbagi, melainkan nafsu untuk menang sendiri, maka terimalah kehancuran bagi yang kalah dan terimalah kehinaan bagi yang menang.

Kalau memang yang mengendalikan langkahmu adalah rasa senang dan tidak senang, dan bukannya pandangan yang jujur terhadap kebenaran, maka buanglah mereka yang engkau benci, dan bersiaplah engkau sendiri akan memasuki jurang.

***
Jaman wis akhir, jaman wis akhir bumine goyang
Akale njungkir, akale njungkir negarane guncang
Jaman wis akhir, jaman wis akhir bumine goyang
Akale njungkir, akale njungkir negarane guncang

Awan berarak, nyawa manusia berserak-serak
Badai menghantam, laut terbelah, bumi terpecah
Orang bikin luka, orang menganiaya diri sendiri
Sirna akalnya, lenyap imannya, hilang jejaknya

Jaman wis akhir, jaman wis akhir dunyane sungsang
Makmume gingsir, makmume gingsir, imame ilang
Jaman wis akhir, jaman wis akhir dunyane sungsang
Makmume gingsir, makmume gingsir, imame ilang

Orang menangis, keranda berbaris di bawah gerimis
Hamba bersimpuh, hamba bersujud, ngeri dan takut
Orang mencakar, orang menampar wajahnya sendiri
Hamba terkapar, jiwa terbakar oleh sepi

Jaman wis akhir, jaman wis akhir langite peteng
Atine kafir, atine kafir uripe meneng
Jaman wis akhir, jaman wis akhir langite peteng
Atine kafir, atine kafir uripe meneng

Duh Gusti Allah adakah sisa kasih sayang-Mu
Hamba celaka, hamba durhaka tidak terkira
Di manakah hamba sembunyi dari murka-Mu
Selain dalam tak terbatasnya cinta kasih-Mu

Jaman wis akhir, jaman wis akhir banjire bandang
Sing mburi mungkir, sing mburi mungkir sing ngarep edan
Jaman wis akhir, jaman wis akhir banjire bandang
Sing mburi mungkir, sing mburi mungkir sing ngarep edan

***

Kalau untuk memperoleh kemenangan harus engkau curangi saudaramu sendiri, kalau untuk memperoleh kejayaan harus engkau jegal kaki saudaramu sendiri, kalau untuk memperoleh kekuasaan harus engkau singkirkan saudaramu sendiri, kalau untuk mendapatkan pengakuan harus engkau tiadakan saudaramu sendiri, kalau untuk memperoleh kemulyaan harus engkau perhinakan saudaramu sendiri, dan kalau untuk bisa menegakkan hidupmu engkau memerlukan kematian saudaramu sendiri, maka apa bedanya engkau dengan monster-monster yang engkau kutuk-kutuk itu? Dan katakanlah kepadaku apa yang bisa engkau andalkan untuk merangsang cinta dan dukunganku atasmu?

Keberanian adalah jika ada seekor rusa, domba, anak ayam yang tidak bersembunyi dari auman singa si raja rimba, kemudian bahkan tidak lari dari cengkeramannya, meskipun untuk itu ia mampus dilumat-lumat oleh taring sang singa. Namun ketika singa itu tergeletak lumpuh badannya, hilang taringnya, dan tidak terdengar aumannya, lantas datang beribu-ribu serigala mengerubutinya, mencabik-cabik badannya, melumurinya dengan air liur, itu sama sekali bukan keberanian, melainkan kepengecutan.

Kamu juga lihat di hutan yang lain, berpuluh-puluh tahun sang macan memerintah dan menguasai hutan, jutaan binatang penghuni rimba selalu berlari menjauh ke semak-semak kebisuan, beribu-ribu hewan lainnya berkerumun di sekitar sang raja, macan itu, mematuhi perintahnya. Tatkala sang macan jatuh dari kekuasaannya, jutaan penghuni hutan lega hatinya, sementara ribuan penjilat-penjilat beralih mengutuk sang macan, menampilkan diri sebagai pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa, yang senantiasa menyebut-nyebut kepedulian dan pembelaan atas seluruh penghuni hutan. Itu juga bukan patriotisme, melainkan kehinaan.

Masabodokanlah aku yang tak menguntungkanmu

Sepenggal tentang CINTA

sangat berat memang mengimplementasikan "Cinta", banyak uraian tentang kata ini
1. ketregantungan / keterpautannya hati terhadap sesuatu : jadi mana-mana yang selalu kita fikirkan itulah cinta kita, jadi cinta disini kita bisa lihat sendiri kemanakah kita sering fikirkan kemanakah hati kita selalu terpaut disitulah letak cinta kita terbesar.
2. menurut beberapa syair anugrah terindah, anugrah ilahi, cinta itu buta, cinta itu susah dimengerti, cinta dan cinta........., menurut saya ini adalah suatu tataran perasaan yang ruang lingkupnya sempit hanya tertuju pada sesuatu sifatnya tidak general.
3. baru-baru ini ada pendapat yang berbeda cinta itu perpaduan antara 2 sifat yaitu antara sayang dan marah, jadi seberapa marah, kesal benci dan sangkaan yang tidak baik maka dia akan selalu sayang (cinta).
yah... dan inilah mengapa kita masih tetap hidup karena "cinta" cintanya Allah kepada seluruh makhluknya, kita semua bisa melogikakan ini semua.
dan menurut cak nun (sory cak tak sebut jenege) kita harus mengaplikasikan cinta itu harus 100% kepada semuanya, yah terhadap semuanaya kepada Allah, Rosulallah, dan seluruh makhluk orang tua, anak, saudara, teman yah semuanya.
cinta yang sebagian orang mengatakan menjemukkan, tidak mengerti, bahkan dianggap tabu, mungkin kita orang pernah mengalami rasa dimana rasa itu berbalik terasa menyakitkan.
di lanjut lagi...

Tulisan yang terselip 1

terus mencari titik temu suatu kebahagiaan dengan mensingkronisasikan antara femikiran, kehendak dan kesadaran yaitu akal, nafsu dan hati.
kesalahanku adalah yang selalu belajar dan memahami tanpa pernah mencoba sehingga dapat merasakan apa yang terjadi pada kejadian, karena pemaknaan atas penyaksian dan kepercayaan saya fikir jauh tingkat pengetahuannya.
mungkin ini adalah tulisan sebagai ketidak berdayaan atas apa yang sulit atau ketakutan terhadap perbuatan.
mengutip dari dari lirik lagu Muse exo-genetisnya muse yang berjudul Redemption who are we?, where are we?, when are we? why are we here? ini adalah suatu pertanyaan yang sangat fital. who are we?, yang mempertanyakan tentang jati diri kita (manusia).
Bersambung... alias to be continue.

kesempurnaan yang tak terfikirkan

sungguh benar-benar sempurna kita ini tak ada kekurangan sedikitpun, bahkan andai dibandingkan antara manusia meskipun yang paling jelek sekalipun dengan makhluk lainnya maka manusia akan jauh lebuh unggul, 3 unsur penting yang lengkap yang dimiliki manusia yaitu : akal, nafsu dan hati. Yang mungkin unsur inilah syarat kelayakan makhluk pemimpin dunia, sebagai pemuka untuk makhluk-makhluk lainnya, seperti tumbuhan, binatang, bumi, planet, matahari, dan semuanya.

Manusia : Akal, Nafsu dan Hati/Rasa
Malaikat : Akal dan Hati
Iblis : Akal dan Nafsu
Binatang : Nafsu dan Hati

Akal : manusia mampu membaca/berfikir/ menghitung, menganalisa, menghayal/bermimpi dll.
Nafsu : keinginan, marah dll
Hati : cinta, kasih, sayang, tenang dll

karena ilmu manusia bagaikan setitik air di tengah lautan samudra di banding pengetahuan Tuhan, jadi mungkin ada fungsi lain dari Akal, Nafsu dan Hati yang mungkin belum ketahuan perumusannya.

Perjalanan tanpa henti untuk mencari

mungkin bisa dibilang baru setengah dari jatah usia ini, atau mungkin karena terlalu cepat berjalan ( bisa di katakan juga seperti itu ) sehingga usia ini entah sampai besok atau kapan ?.
ini hanya pemikiran akal yang mengedepankan logika, hanyalah sebuah dugaan tanpa ada teori / panduan yang ada. terkadang kita bertanya maunya Tuhan itu apa sih?, sudah bersusah-susah usaha hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan atau mungkin bisa dikatakan gagal, kok capek amat hidup kita ini?.
pada intinya Tuhan itu mempunyai misi yang sangat harasia, yaitu manusia dan jin sebenarnya di jadikan alat untuk memberikan pemahaman kepada sesamanya baik secara langsung maupun tidak langsung atau sengaja maupun tidak di sengaja bisa dikatakan seperti itu. dan inilah yang dimaksud manusia sebagai kholifah yaitu sebagai pemuka di muka bumi untuk memimpin makhluk lainnya atau wali yaitu sebagai perwakilan Tuhan untuk memberikan pengetahuan-pengetahuan ketuhanan. kejadian ini tidak akan pernah berhenti dan kita tidak akan pernah cukup nyaman untuk menjalani hidup sebelum kita memahami dan mengerti tentang posisi kehidupan kita, atau kita akan benar-benar dipaksa untuk memahami diri kita sendiri yaitu dengan berbagai musibah, yang paling parah dan tak ada lagi kesempatan adalah bertemunya dengan sebuah kematian.